Hari Patah Hati Arif
Beberapa hari lalu, salah satu sabahat menikah. Sebenarnya ya dua-duanya sahabat, cuma ya begitu, memang memiliki jalan yang berbeda, meski aing yakin jauh di dalam dirinya, mereka saling cinta. Cuma ya waktu yang ga tepat. Atau bukan di kehidupan kali ini.
Sebut saja, dia Arif. Arif minta dibuatkan puisi. Aingtea si melankoli banget. Jadi inilah Rif, puisi yang ga puisi-puisi banget. Kalau Arif suka baca-baca puisi aing, pasti sadar kalo kalimatnya gitu-gitu aja. Here we go!
Puisi ini ditulis seminggu sebelum pernikahan, namun baru dirapihkan tadi, kalau puisi yang kedua spontan aja. Uhuy.
Papua Barat, 04 Agustus 2022
: Hari Patah Hati Arif
Bila aku berlabuh
Kutahu kuat kakimu goyah
Sebab kita sama pahami
Yang berdebar dalam diri masing-masing
Adalah gema berbalas suara
Bila kutatap wajahmu
Bulan tak lagi milik malam
Para pelaut menunda pergi
Barangkali satu purnama lagi
Kau sudi menanti
Bila kutumpahkan seluruh cuaca ke dadamu
Kelak yang menerima gemuruh badai itu
Adalah wajahku
Yang tekun menunggu
Dalam tabah gigil beku
Sebab aku masih duduk di bangku sekolah
Dan cinta- sebatas matari tenggelam
Pada mulanya kukira ringan sudah berlalu
Tak kumengerti hangatnya lebih lama dari selamanya
: Masih Hari Patah Hati Arif
Selain rimbun pepohonan sekolah
Wajahmu juga salah satu
Tempat melamun dan melambatkan waktu
Rasa-rasanya teduh itu
Bagai lagu lama yang enggan berhenti berulang
Hari-hari itu hanya bisa kuputar di kepala
Kelak aku membacanya seperti dongeng sebelum tidur
Atau aku mengingatnya sambil melindur
Kau telah memilih dunia sendiri
Sungguh bahagia rasanya
Meski satu dua tiga empat lima
Entah sampai berapa hari
Patah hati
Tapi tenang
Yang patah tumbuh
Yang hilang
Almira